Sementara angin lalu, tertawa
Membawa senja yang semburat merah
Bagai besi yang dipanggang bara api.
-
Lama berlalu,
-
Jalan pun mulai panjang
Barangkali umur sudah di
perut, atau lebih parah
sudah di leher.
Tapi mata baru memandang
Senja yang mulai terkubur
Dibawah ombak laut.
Hidung baru mencium
Semerbak bau senja.
Baru pagi tadi,
Rupanya aku berlalu melewati pintu penjara yang menutup cahaya senja
Mengutuk aroma senja
Yang katanya beraroma melati dan Kamboja.
Aku berlari
-
Menangkap
sisa sisa tubuhku
Sisa sisa hidupku
Sisa sisa pikiranku
Yang sebelumnya ditawan bibir pantai
--
Aku melompat mengejar senja
Yang semburat cahayanya mulai memenuhi tubuhku.
Burung camar bertanya
Untuk siapa itu?
-
Untuk Diriku.
Membawa senja yang semburat merah
Bagai besi yang dipanggang bara api.
-
Lama berlalu,
-
Jalan pun mulai panjang
Barangkali umur sudah di
perut, atau lebih parah
sudah di leher.
Tapi mata baru memandang
Senja yang mulai terkubur
Dibawah ombak laut.
Hidung baru mencium
Semerbak bau senja.
Baru pagi tadi,
Rupanya aku berlalu melewati pintu penjara yang menutup cahaya senja
Mengutuk aroma senja
Yang katanya beraroma melati dan Kamboja.
Aku berlari
-
Menangkap
sisa sisa tubuhku
Sisa sisa hidupku
Sisa sisa pikiranku
Yang sebelumnya ditawan bibir pantai
--
Aku melompat mengejar senja
Yang semburat cahayanya mulai memenuhi tubuhku.
Burung camar bertanya
Untuk siapa itu?
-
Untuk Diriku.
Tags:
Puisi